Senin, 11 Desember 2023

Misteri Bola Hitam Bola Putih

Misteri Bola Hitam Bola Putih


Cerita ini saya dapat dari seorang teman. Ada sebuah keluarga kaya yang hanya mempunyai seorang anak laki-laki, sebut saja namanya Roy. Ibu Roy meninggal dunia ketika melahirkannya, dan sejak itu Papa Roy menjadi workaholic untuk melupakan kenangan sedihnya tersebut. 


Sebagai anak semata wayang Roy sangat dimanja oleh Papanya, namun meski hanya diasuh oleh baby sitter, Roy tumbuh menjadi anak baik dan penurut. Tak terasa Roy sudah masuk TK, dan mulai belajar bersosialisasi dengan teman-temannya. Hanya saja meski teman-teman Roy sudah  pintar bermain sepatu roda, Roy tetap saja lebih suka berjalan kaki. 


Sang baby sitter kemudian melapor ke Papa Roy, “Apa Bapak tidak malu melihat Roy berjalan kaki sementara teman-temannya menggunakan sepatu roda?” Menyadari hal ini Papa Roy menemui Roy dan menawarkan untuk membelikan sepatu roda model terbaru. “Tidak perlu Papa, Roy lebih suka berjalan kaki kok. Lebih sehat khan?” tolak Roy waktu itu. Papa Roy tetap memaksa untuk membelikan sepatu roda model terbaru. “Ya sudah, kalau Papa memaksa, Roy mau dibeliin sepatu roda, tapi tolong beliin bola hitam sama bola putih dulu ya” 


Meskipun tidak tahu apa makna bola hitam dan bola putih untuk anaknya, namun demi rasa sayangnya kepada Roy, maka dibelikannya Roy sepatu roda model baru plus bola hitam dan bola putih.


Waktu terus berlalu, sampai Roy bersekolah di SD yang paling terkenal di kotanya. Sementara teman SD-nya asyik bermain rollerblade, Roy masih berkutat dengan sepatu rodanya. Dasar anak baik, dia tidak pernah merengek kepada papanya untuk dibelikan rollerblade. Karena sibuk dengan pekerjaannya, Papa Roy juga kurang memperhatikan perkembangan anaknya. 


Lagi-lagi sang baby sitter yang mengadu kepada Papa Roy. “Pak, coba Bapak perhatikan Roy, dia masih saja berkutat dengan sepatu roda bututnya, sementara teman-temannya asyik bermain rollerblade.” Papa Roy, agak kaget meyadari kenyataan ini, namun segera dia menghampiri anak semata wayangnya, “Roy, kamu kok masih asyik dengan sepatu rodamu sih, sementara Papa perhatikan teman-temanmu sudah bermain rollerblade. Apa kamu tidak ingin juga bermain rollerblade seperti temanmu yang lain?” 


“Nggak perlu kok Pa, Roy lebih suka sepatu roda ini. Lebih asyik,” tolak Roy lagi. Dan kali ini pun Papa Roy tetap bersikeras untuk membelikan Roy rollerblade paling modern. “Ya sudah, kalau Papa memaksa. Roy mau dibeliin rollerblade, tapi tolong beliin bola hitam sama bola putih dulu ya.” Papa Roy teringat dua tahun silam, ketika dia membelikan Roy sepatu roda.  


”Sebenarnya apa sih pentingnya bola hitam sama bola putih untukmu Nak?” tanya Papa Roy agak kesal. “Nggak usah nanya deh Pa, kalau Papa memang sayang sama Roy, beliin saja bola hitam sama bola putihnya.” 


Karena ingin menyenangkan anaknya, maka akhirnya Papa Roy membelikan rollerblade modern keluaran Amerika, plus bola hitam dan bola putih!


Enam tahun kemudian Roy menyelesaikan pendidikan dasarnya dengan prestasi yang sangat memuaskan. Dan sebagai hadiah, Papa Roy berniat membelikan Roy sepeda pixi, menggantikan  rollerblade yang telah menemani Roy selama lebih dari enam tahun. Malam itu, dipanggilnya Roy, dan terjadi dialog berikut ini. “Roy, Papa puas dengan hasil studymu. Papa bangga punya anak rajin dan penurut. Dan sebagai hadiah atas jerih payahmu, maka Papa akan belikan kamu sepeda pixi keluaran terbaru. Bagaimana?” 


Roy hanya diam saja. Dalam hatinya dia bergumam, “Papa ini kok nggak pernah ngertiin aku ya.” 


“Bagaimana Roy?” tanya Papanya lagi. “Nggak perlu kok Pa. Roy lebih suka main rollerblade kok,” jawab Roy sejurus kemudian. “Tapi Papa yang malu Roy, masak anak Presdir sebuah perusahaan ternama mainannya cuma rollerblade. Sudah, besok Papa tetap akan belikan kamu sepeda pixi,” tegas Papanya lagi. 


“Oke, oke kalau Papa masih memaksa Roy, tapi jangan lupa beliin juga bola hitam sama bola putih ya.” Sebelum papanya berkata lagi, Roy sudah memotong perkataan papanya, “Ya sudah kalau Papa nggak mau beliin bola hitam sama bola putih, mending Roy main rollerblade saja.” 


Ggggrrrrhhh, meski agak dongkol dengan permintaan pelengkap yang memang tidak pernah dimengerti olehnya, namun akhirnya Papa Roy membelikan Roy sepeda pixi keluaran terbaru, plus bola hitam dan bola putih!


Papa Roy kembali sibuk bekerja, sementara Roy juga sibuk dengan aktivitas hariannya, kini ditemani sebuah sepeda pixi yang mentereng. Tak terasa waktu terus berlalu, dan kini Roy sudah masuk SMA. Suatu hari Papa Roy sedang berada di rumah, dan melihat Roy pulang sekolah ‘nebeng’ motor temennya. 


Alangkah malu Papa Roy menyadari hal ini, masa untuk anak satu-satunya dia tidak bisa membelikan motor. Tanpa menunggu waktu lagi, dan tanpa bertanya kepada anaknya, Papa Roy langsung menghubungi sebuah dealer motor  untuk memesan satu unit sepeda motor. Esoknya, sebuah scooter matic pesanan Papa Roy sudah terparkir di garasi mereka. Papa Roy langsung meletakkan kunci scutic tadi dengan sebuah surat untuk anaknya. “Roy, Papa nggak mau kamu nebeng terus di motor temanmu. Papa sudah beliin kamu motor yang tidak kalah mentereng dengan motor temanmu. Ini kunci kontaknya. With love: Papa” 


Malamnya Papa Roy mendapatkan surat balasan dari Roy, isinya singkat, “Thanks Pa, tapi bola hitam sama bola putihnya mannaaa?” Eh, benda sialan itu lagi yang diminta Roy. Papa Roy benar-benar geregetan. Apa sih istimewanya kedua jenis benda tadi. Bukankah di kamarnya sudah ada beberapa buah? Memangnya bola-bola itu bisa membuat Roy tambah keren? Atau jangan-jangan Roy menganut sebuah sekte kepercayaan? Pertanyaan-pertanyaan tadi malah membuat Papa Roy makin gundah dan penasaran. 


Kali ini dia ingin mencoba bertahan untuk tidak menuruti permintaan aneh anaknya tersebut. Toh motor sudah dibelinya. Pastilah Roy tidak tahan untuk segera mengendarainya. Tapi alangkah terkejutnya dia ketika setiap malam dia menemukan note bertuliskan tangan Roy. Isinya lebih singkat dari note sebelumnya, “Bola hitam, bola putihnya manna?” Kunci kontak motor pun dikembalikan ke kamar Papa Roy. Tiap hari, kalau tidak naik sepedanya, Roy masih nebeng motor temannya. Karena tidak tahan dengan note anaknya tadi, dan tidak mau jatuh gengsi karena anaknya nebeng motor temannya, maka akhirnya Papa Roy mengembalikan kunci kontak ke kamar Roy, plus bola hitam dan bola putih! 


Hingga tibalah masa kuliah. Roy diterima di sebuah PTN ternama di ibukota. Karena bangganya, Papa Roy langsung memberikan hadiah sebuah mobil sport. Namun sampai beberapa bulan kemudian, mobil sport itu hanya menghiasi garasi rumah mewah mereka. Kemana-mana Roy tetap saja menggunakan motornya. Pacar Roy sendiri juga heran, kenapa Roy lebih memilih naik motor, padahal dia punya mobil. 


Suatu hari dia tanyakan rasa penasarannya itu kepada Roy, dan Roy menjawab, “Habis Papa nggak beliin bola hitam sama bola putih sih. Papa nggak ngertiin anak sendiri sih!”  Maka pada sebuah acara makan malam, sang pacar memberanikan diri untuk mengutarakan hal ini kepada calon mertuanya, “Om, kenapa sih Om nggak beliin Roy bola item sama bola putih?” 


Sebenarnya Papa Roy sangat sensitive dengan bola-bola ini. Tapi di depan calon menantunya ditahannya perasaan itu, dan dia minta tolong sang pacar untuk menanyakan ke Roy kenapa minta bola hitam sama bola putih. “Roy bilang kalau mobilnya tidak akan dipakai selama belum dibeliin bola hitam dan bola putih Om,” jawab sang pacar. 


Papa Roy tambah keki, “Apa sih maunya anak ini. Di kamarnya juga masih banyak bola hitam dan bola putih. Masih bagus-bagus pula.” Tapi karena gengsi, sampai ditanya oleh calon menantu, keesokan harinya bola hitam dan bola putih di kamar Roy sudah bertambah jumlahnya. Maka keesokan harinya mobil sport itu keluar dari garasi. 


Suatu hari, sepulang menghadiri pesta ulang tahun teman kuliah di daerah Puncak, mobil sport itu mengalami kecelakaan parah. Kedua remaja yang sedang dimabuk asmara ini tidak mengenakan save belt. Sang pacar tak tertolong lagi jiwanya, sementara Roy sendiri dalam keadaan sangat kritis. Papa Roy bergegas menuju ICU rumah sakit yang menangani kasus kecelakaan ini. Dengan wajah penuh empati dokter jaga ICU berkata, "Maaf Pak, kami tidak bisa berbuat banyak..., sepertinya memang sudah waktunya. Sebaiknya Bapak memanfaatkan waktu terakhir ini dengan baik." 


Perlahan Papa Roy masuk ICU dan menghampiri anak semata wayangnya yang tergolek tak berdaya. Sedih sekali. “Pa, maafin Roy nggak hati-hati bawa mobilnya. Maafin Roy karena sudah ngancurin mobil hadiah dari Papa itu,” isak Roy terbata-bata. “Sudahlah Nak, jangan kamu pikirkan hal itu.” Papa Roy mencoba menenangkan anaknya. 


Akrablah kedua cucu Adam ini untuk beberapa saat. Sampai Papa Roy teringat akan penasarannya tentang kenapa selama ini si anak selalu minta bola hitam dan bola putih. Dia berpikir inilah saat terakhir untuk mengungkap rahasia yang selama ini sudah mengganggu pikirannya. “Nak, maafin Papa yang selama ini selalu sibuk ya. Sejak Mamamu meninggal memang Papa selalu mencari kesibukan agar bisa melupakan kesedihan Papa. Maafin Papa kalau karena itu kamu jadi kesepian. Maafin Papa yang belum bisa mejadi orang tua yang baik.” Dengan berlinangan air mata Papa Roy memegang tangan Roy sambil mengucapkan permintaan maafnya. Nafas Roy tersengal lagi sebelum dia menjawab, “Nggak apa-apa kok Pa. Roy bi-bisa ngerti kkok. Memang sih kka-ddang Rroy kke-sel ka-kalau Papa punya  uang lle-bbih mma-llah be-liin Roy yyang macam-macam.” Roy menghela nafas satu-satu dan melanjutkan, “Ppada-hal Roy ccu-ma minta bbeliin bbo-bola hitam sa-ma bo-bola pu-putih kan?” Papa Roy merasa inilah timing yang tepat untuk membongkar rahasia bola-bola ini, “KENAPA SIH KAMU SELALU MINTA BOLA HITAM DAN BOLA PUTIH..., ADA APA DENGAN BOLA-BOLA ITU?"


Sabar Sahabatku, saya tahu Anda juga penasaran untuk segera mengetahui rahasia bola hitam bola putih ini.


Nafas Roy makin tersengal. Indikator EKG di atas kepala tempat tidur Roy juga berdetak makin jarang, menandakan waktu Roy tinggal sesaat lagi. Dengan susah payah Roy berusaha menjawab rasa penasaran Papanya, “Se-sebab Pa. Se-sejjak kec-kecil Rroy ti-ttidak per-nah mme-nge-nal Mama. Rro-roy….ma-ma-ma-mau…..”. Tiiiiiiiiiiiiiit….. 


Monitor EKG di atas tempat tidur Roy bergerak menjadi sebuah garis lurus. Mendatar. Plukk, kepala Roy terkulai lemah, matanya tertutup pelahan. Nafasnya hilang. Senyap sejenak, kemudian terdengar isak Papa Roy yang makin lama makin nyaring. Roy telah berpulang bahkan sebelum sempat memberi tahu rahasia bola hitam bola putihnya. 

---


Sahabatku, Anda masih penasaran dengan rahasia bola hitam bola putih Roy ini? Anda benar benar ingin tahu? Coba tarik nafas sebentar dan tanya hati Anda, benarkah Anda sangat-sangat ingin tahu jawaban rahasia ini?


Oke, oke, kalau memang Anda sangat ingin tahu, silakan scroll ke bawah……


















































































Sahabatku, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Lha wong Papanya sendiri yang sudah tinggal dan membesarkan Roy selama puluhan tahun saja tidak tahu jawaban rahasia bola hitam dan bola putih ini, apalagi saya yang hanya menceritakan kepada Anda semua selama tidak lebih dari 10 menit.


Jadi, Maafkan Saya Ya Teman.


Good Morning semua...



😀😃😃


Tabik

-haridewa-

www.thecafetherapy.com

Jin Aja Nyerah!


Suatu malam, ketika sedang berjalan di sepanjang pantai Marina-Anyer, seorang pria menemukan lampu tua yang diletakkan di atas batu. Ketika ia mengambil dan menggosoknya, sesosok jin mendadak muncul.

“Baik, cukup sudah!” bentak jin itu. “Ini keempat kalinya dalam bulan ini
orang menggangguku! Aku begitu marah sampai aku hanya akan memberimu satu permintaan bukannya tiga! Jadi ayolah, ayo! Katakan apa yang kau inginkan, dan jangan membuang waktuku seharian!.”

Orang itu berpikir cepat, kemudian berkata, “Mmmm, aku selalu ingin pergi ke Way Kambas untuk melihat sepak bola gajah, tetapi aku takut terbang dan aku cenderung mabuk laut di
atas kapal. Bagaimana kalau kau buatkan aku jembatan dari sini ke Lampung?
Dengan begitu, aku bisa naik mobil ke sana.”

Jin itu tertawa, kemudian berkata, “Jembatan ke Lampung?! Kau pasti bercanda? Bagaimana aku bisa mendapat penyangga yang sampai ke dasar samudera? Itu membutuhkan terlalu banyak baja, dan sangat banyak beton! Belum lagi dengan adanya gunung anak krakatau maka dasar selat Sunda ini sangat labil, akan sulit mendapatkan pondasi yang kuat. Itu sama sekali tidak bisa dilakukan! Pikirkan permintaan lain!” 
Kecewa, pria itu berusaha keras untuk memikirkan permintaan lain.

Akhirnya ia berkata, “Baiklah, aku punya keinginan lain. Aku menikah sudah puluhan tahun, dan sampai saat ini aku belum bisa mengerti istriku. Aku berusaha dan berusaha untuk menyenangkannya, tetapi tidak ada yang berhasil. Aku tidak tahu di mana kesalahanku. Satu permintaanku adalah untuk mengerti istriku… tahu bagaimana sebenarnya perasaannya ketika dia membisu padaku… tahu mengapa dia menangis … tahu apa yang dia inginkan ketika dia tidak memberitahu aku apa yang sebenarnya dia inginkan… aku ingin tahu apa yang membuatnya benar-benar bahagia.”

Sunyi sejenak, kemudian jin itu berkata, “Kau mau jembatan itu berjalur dua atau empat?”

Wkwkwkw jin aja nyerah! 

Moral of Story
-Pekerjaan sulit dapat terlihat mudah jika kita telah melihat pekerjaan yang lebih sulit.
-Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati istri siapa yang tahu?
-Jika suatu hari Anda nemu botol di pantai jangan diambil, buang saja ke laut. Dia gak bakal bisa bantu Anda menyenangkan istri Anda. 

Tabik
-haridewa-

Sabtu, 21 Januari 2023

KB DINGKLIK



Dalam rangka kampanye Keluarga Berencana, petugas BKKBN berkunjung ke daerah Sampang Madura untuk bisa berdialog langsung dengan para akseptor KB. Satu persatu Ibu-ibu di desa itu diajaknya bicara.

Petugas : "Bu Sadeni pakai apa, Bu?"

Bu Sadeni : "Pakai IUD"

Petugas : "Bu Kadir pakai apa, Bu?"

Bu Kadir : "Pakai susuk"

Petugas : "Bu Umar pakai apa, Bu?"

Bu Umar : "Pakai suntik"

Petugas : "Bu Bariya pakai apa, Bu?"

Bu Bariyah : "Pakai dingklik!"

Petugas : "Pakai apa Bu?"

Bu Bariyah : "PAKE DINGKLIK taiye!!!"

Petugas : "Aneh ini. Gimana caranya Bu?"

Bu Bariyah : "Suami saya sukanya main sambil 'diri Pak Penyuluh. Karena dia lebih pendek dari saya, maka dia perlu ancik-ancik ke atas dingklik. Ketika suami saya sudah mulai ngos-ngosan & merem-melek, Tak tendang dingklik-nya taiye!" Wkwkwkwk